Teknologi tak pernah diam. Normalnya sih selalu berubah ke tingkatan yang lebih maju. Yang hebat, kecanggihan teknologi terkadang bisa membuat harga justru semakin terjangkau tanpa mengorbankan sisi fasilitas. Tak terkecuali teknologi proyektor.
Pengalaman yang kaya efek visual dan audio umumnya jauh lebih berkesan daripada yang mementingkan hanya visual atau audio semata. Ini berlaku dalam berbagai proses penyampaian informasi, seperti proses belajar mengajar di dunia pendidikan atau dalam presentasi bisnis.
Perangkat multimedia di sekolah dapat membuat suasana belajar jadi lebih menyenangkan, peserta didik pun jadi lebih mudah dan lebih banyak menyerap informasi. Tak heran jika banyak sekolah, institusi pendidikan yang kini rajin melengkapi fasilitas belajarnya dengan perangkat multimedia, seperti komputer, notebook, proyektor, layar LCD, dan sebagainya.
Masih ingat masa-masa sekolah belasan bahkan puluhan tahun lalu? Ketika bapak dan ibu guru setia membekal kapur tulis dan penghapus, yang membuat tangan mereka memutih. Partikel halus dari kapur dituduh sebagai dalang terganggunya kesehatan guru dan murid sehingga lembaga pendidikan lantas beralih ke papan tulis putih (whiteboard) dan marker. Namun yang belakangan ini pun masih disebut biang penyakit sesak napas.
Untunglah kemajuan teknologi informasi yang pesat ikut membawa angin segar di dunia pendidikan, berupa teknologi multimedia. Kini ruang kelas tidak lagi memajang whiteboard – apalagi blackboard – tapi diisi perangkat-perangkat berbasis teknologi untuk kebutuhan presentasi layaknya di kantor-kantor, seperti proyektor, interactive whiteboard, layar LCD, dan notebook/PC.
Mekarnya peluang di dunia pendidikan rupanya tak luput dari tangkapan radar para vendor TI, tak terkecuali Epson. Apalagi santer terdengar berita gembira tentang anggaran pendidikan nasional 2009 yang bakal naik hingga 20%, atau jika dirupiahkan mencapai Rp 224 triliun.
Epson pastinya menaruh harapan besar bahwa dunia pendidikan akan menambah daftar belanja perangkat belajar/mengajar berbasis teknologi, utamanya proyektor. Antara tahun 2006-2007 saja, menurut data Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah, ada 155963 sekolah negeri dan swasta, mulai dari TK hingga SMA/SMK di seluruh Indonesia. Sementara data Ditjen Pendidikan Tinggi menyebutkan jumlah perguruan tinggi negeri 82 institusi dan 2800 institusi swasta.
“Belum lagi pemilu di 2009 nanti,” cetus M. Husni Nurdin (Senior GM, Epson Indonesia), saat mengungkapkan rasa optimisnya terhadap pasar proyektor. Pangsa pasar proyektor diperkirakan bisa terangkat hingga 5% tahun depan. Ini tentu hal yang menggembirakan karena pasar printer – produk andalan Epson lainnya – tengah dilanda krisis. Husni meramalkan pasar printer bakal menciut sekitar 30%.
Untuk proyektor, Epson mengklaim sudah menguasai 20% pangsa pasar di Indonesia. Empat puluh ribu unit proyektor ditargetkan Epson terjual di tanah air hingga akhir 2008 ini.
3LCD Eliminasi Efek Pelangi
Kebutuhan proyektor di dunia pendidikan agaknya takkan jauh-jauh dari kebutuhan pengguna rumahan, seperti kemudahan pakai, kualitas, dan harga yang terjangkau. Sementara pengguna bisnis mensyaratkan sifat multifungsi dan portabilitas.
Epson berharap bisa memenuhi kemauan pengguna di sektor bisnis, pendidikan, maupun rumahan lewat 3 proyektor terbaru – EB-X6, S6, dan W6. Teknologi 3LCD, E-Torl, dan fitur Color Light Output ada di belakang proyektor Epson tersebut sebagai senjata andalan menusuk lebih dalam pasar proyektor.
Gambar yang jernih, seindah warna aslinya, detail yang jelas, atau video yang tampil seperti aslinya tentu akan lebih menarik untuk dinikmati. Teknologi 3LCD memungkinkan hal-hal tersebut, sekaligus mengeliminasi efek pelangi (rainbow effect) yang kerap dikeluhkan para pengguna proyektor LCD biasa.
Sama-sama menempelkan kata “LCD”, teknologi 3LCD bekerja dengan cara yang agak berbeda dengan LCD. Sesuai namanya, ada 3 chip pada teknologi 3LCD. Begini cara kerjanya. Sinar putih diproyeksikan sumber cahaya ke cermin-cermin dichroic yang bertugas memecah sinar menjadi warna-warna dasar, yakni merah, hijau, dan biru. Ketiga warna ini lantas diproses oleh 3 chip LCD, sebelum dilewatkan melalui prisma dichroic dan lensa. Bedanya dengan LCD? Hanya ada satu chip di proyektor LCD dan rotating color wheel yang diputar dengan sangat cepat. Yang terakhir ini menyebabkan terjadinya color break-up (pecah warna) dan berbuntut pada rainbow effect.
Hal lain adalah debu. Proyektor – seperti juga berbagai perangkat elektronik lainnya – bagaikan magnet bagi debu. Arus listrik dan panas adalah kombinasi yang pas untuk memancing datangnya debu dan minyak. Tumpukan debu ini akan menjadi masalah serius ketika komponen utama mulai dihinggapinya. Untungnya 3LCD proyektor datang dengan filter udara yang mudah diganti-ganti (replaceable). Ketika permukaan filter udara – yang bertugas memerangkap kotoran – sudah kotor, pengguna bisa segera menggantinya tanpa harus repot bongkar-bongkar proyektor.
E-Torl Reduksi Dimensi, Genjot Efisiensi
Membekal fitur 3LCD saja tidak cukup untuk menjadi yang terdepan di bisnis proyektor. Senjata andalan lain yang disiapkan Epson adalah E-Torl (Epson Twin Optimized Reflection Lamp). Selain ukuran fisik yang lebih kecil dari ukuran lampu proyektor standar, E-Torl pun diklaim bekerja lebih dingin, efisien, dan menghasilkan gambar yang lebih cerah.
Intinya, E-Torl dapat mengoptimalkan penggunaan cahaya yang dipancarkan sumber cahaya. Inilah hal utama dalam proses manufaktur proyektor. Jika banyak cahaya yang terbuang, gambar hasil proyeksi akan tampak buram. Lantas apa solusi untuk menambah kecerahan gambar? Menggeber daya/ Watt dari proyektor agar output lumen-nya meningkat? Tidak juga. E-Torl hanya memastikan cahaya terpakai secara optimal, alias tidak ada yang terbuang sebagai panas belaka atau terserap oleh lingkungan di sekitar proyektor.
Salah satunya adalah dengan mengganti reflektor yang semula berbentuk parabola menjadi elips, dan menambah twin-reflector unit agar bisa memproyeksikan lebih banyak lumens per watt, karena cahaya tertangkap dan tersalurkan sempurna. Hasilnya, efisiensi proyektor dengan E-Torl meningkat 20% dibanding sistem lampu standar. Dengan input yang sama, E-Torl bisa menghasilkan output sebesar 170 watt bila dibandingkan output sistem lampu standar yang hanya 136 watt saja. Gambar pun lebih cerah dan nilai kontrasnya lebih tinggi.
E-Torl juga berjasa meringkaskan dimensi proyektor Epson. Selain karena ukuran lampunya yang lebih kecil dari lampu standar, optical engine-nya pun berhasil dipangkas Epson sampai 55mm. Alhasil dimensi yang lebih mungil, bobot lebih enteng, dan penggunaan di berbagai kondisi cahaya mudah diwujudkan. Belum lagi daya tahun lampu E-Torl yang diklaim bisa mencapai 4000 jam.
Konten high definition yang mulai “harum” belakangan ini menjadikan kualitas output sebagai hal penting dalam bisnis proyektor. Kalau selama ini pengguna tak punya petunjuk sama sekali tentang kualitas proyektor yang dipakainya, sekarang ada Color Light Output. Fasilitas ini adalah cara sederhana, mudah, tapi akurat untuk mengukur kualitas gambar yang dihasilkan sebuah proyektor. Menurut TFC Associates (sebuah perusahaan riset khusus proyektor), salah satu faktor penting dalam membeli proyektor adalah kualitas gambar.
Pilihan Produk dengan Harga Terjangkau
Harga terjangkau, begitu benang merah yang kami simpulkan dari tiga proyektor entry level keluaran terbaru Epson: EB-S6, EB-X6, dan EB-W6. Meski begitu, produk yang menyasar pengguna di sektor bisnis, pendidikan, dan rumahan ini dibekali serangkaian fasilitas yang cukup memadai serta pilihan resolusi SVGA (S6), XGA (X6), dan WXGA (W6).
Istilah “plug & project” sengaja ditempelkan Epson untuk menggambarkan betapa mudahnya pengoperasian ke-3 proyektor ini . Selain “plug” di PC, pengguna bisa melakukan presentasi tanpa PC/notebook (PC-less presentation) berkat ketersediaan port USB dan slot SD card.
Fasilitas lain yang akan memudahkan adalah AV Mute Sliding. Pengguna tinggal menggeser tutup lensa, lalu lampu proyektor akan diredupkan dan kipas berputar lebih pelan. Fasilitas ini berguna jika presenter akan mengalihkan perhatian pemirsa dari isi presentasi, misalnya akan menulis di whiteboard atau berinteraksi dengan pemirsa.
Selesai presentasi, pengguna bisa langsung membenahi proyektor, tanpa harus menunggu proses cooling down. Cukup tekan tombol power dan cabut kabel power. Soalnya ke-3 proyektor ini dibekali kapasitor yang akan memutar kipas meskipun kabel daya sudah dicabut.
Berbicara soal kualitas gambar, ada teknologi 3LCD dan E-Torl di belakang proyektor Epson. Rasio kontrasnya 2000:1, dengan tingkat kecerahan 2200 ANSI Lumens (EB-S6 dan X6) dan 2000 ANSI Lumens (EB-W6).
Tentang portabilitas, ketiga proyektor ini boleh dimasukkan kelas menengah dengan bobot 2,7-2,8kg dan dimensi 245x327x92mm (tidak termasuk kaki penyangga). Masih lumayan ringan untuk dipindah dari satu ruangan ke ruangan lain. Harganya pun termasuk “ringan” di kantong. EB-S6 dibandrol pada harga US$ 639, EB-X6 US$ 829, dan EB-W6 US$ 999.
EB-W6 sedikit lebih mahal – tapi masih lebih murah daripada proyektor home theater – karena ada kemampuan high-definition yang dibekalkan Epson di sana. Tengok saja resolusi WXGA-nya yang ideal untuk laptop layar lebar dan konten DVD, serta port HDMI yang disertakan. Cocok untuk penikmat home theater yang masih mempertimbangkan budget.
(Liana Threestayanti)